Skip to main content

Hemat Berjama’ah

“Selamat datang di era digital!”

Anti Kesuma
Imajiku melanglang pada suatu masa dimana manusianya bagai setengah robot, menyapa terbitnya mentari si super energi yang mampu memberi hingga 1000 watt energi untuk permeter persegi permukaan bumi. Dengan energilah kita dapat hidup di bumi ini. Bagaimana si penduduk era digital ini menggunakan energi?

Mengulik gaya hidup modern, kita tak bisa mengelak dari fakta kebutuhan teknologi yang menjadi konsumsi primer di abad ini. Teknologi yang aktual, canggih dan mendukung prestis menjadi obsesi para generasi Z yang serba digital. Generasi Z adalah sebutan bagi mereka yang telah dihadapkan teknologi semenjak mereka dilahirkan. Mulai dari kebutuhan perangkat keras dan perangkat lunak teknologi yang semakin memberi kenyamanan hidup manusia.

Memaknai kebutuhan akan dukungan teknologi di segala sisi kehidupan, kita terkunci pada sebuah tuntutan akan dukungan energi sebagai penggeraknya, utamanya adalah ketersediaan listrik. Sehubungan dengan bicara teknologi, maka fokus itu akan secara otomatis terkait dengan bicara konsumsi listrik. Listrik sebagai sumber energi penggerak roda aktivitas manusia di muka bumi ini.

Ada beberapa cara hemat terobosan untuk mengupayakan aksi bijak menggunakan listrik, khususnya konsumsi di masyarakat rumah tangga, dimana aksi ini merupakan gerakan hemat energi secara total dan terpadu alias berjama’ah, dari berbagai sektor kehidupan di masyarakat, mulai dari sektor pendidikan, sosial-budaya, ekonomi dan industri. Gerakan-gerakan tersebut meliputi:

1. Penataan Gaya Hidup (Life Style)

Gaya hidup aktual dan modern tidak selalu diidentikkan dengan penggunaan perangkat canggih berenergi listrik. Kita sebaiknya bijak menentukan prioritas kebutuhan teknologi berdaya listrik dan tidak menjadi ‘korban teknologi’. Menggunakan peralatan teknologi yang diperlukan dan tidak menghamburkan energi listrik.

2. Pemilihan Sumber Belajar di Sekolah

Seluruh pelajar/mahasiswa memang sangat haus akan kebutuhan sumber belajar guna menunjang studinya. Namun penugasan/pemilihan bahan belajar berbasis internet bukanlah suatu indikator pembelajaran di lembaga pendidikan tersebut telah berlangsung lebih baik. Karena selain sumber bacaan ilmu, para pelajar/mahasiswa juga harus memiliki keterampilan berkoordinasi secara baik antara motorik halus (olah pikiran) dan motorik kasarnya (olah tenaga), artinya mereka juga memerlukan ruang untuk bergerak secara fisik agar menjadi sosok manusia yang sehat jasmani dan rohaninya.

3. Gerakan Pengasuhan Moderen (Modern Parenting)

Salah satu contoh kontribusi yang dapat diberikan oleh rumah parenting dan iklan layanan masyarakat di media televisi, radio dan situs-situs website adalah mensosialisasikan gerakan pengasuhan modern. Salah satu aksinya adalah seminar-seminar tentang dampak buruk dari anak kecanduan gawai. Pada sebuah seminar pernah diulas tentang durasi waktu yang sehat bagi anak-anak bermain dengan gawai sesuai tahapan umurnya. Dikutip dari Redaksi Majalah Anakku 17/07/2014, “Dampak Radiasi Gadget pada Anak” menuliskan bahwa:

Penelitian Gandhi dkk. memperlihatkan bahwa ketika radiasi dari gadget memasuki kepala, orang dewasa menyerapnya sebanyak 25%, anak usia 10 tahun sebanyak 50%, dan tertinggi pada anak usia 5 tahun, yaitu 75%.  Oleh karenanya, risiko radiasi ini akan lebih besar pada anak yang sudah ‘akrab’ dengan gadget di usia kurang dari 16 tahun.

Rekomendasi dari The Royal College of Paediatrics and Child Health, yaitu 15-20 menit bagi anak berusia 3-5 tahun, 60 menit bagi anak berusia 6-7 tahun, dan 2 jam bagi anak berusia diatas 7 tahun. Durasi waktu ini termasuk juga screen time lainnya (menonton TV, DVD, dan layar lainnya).

Dampak paling nyata dari anak kecanduan gawai adalah gangguan penglihatan. Radiasinya menginduksi rusaknya ikatan kromosom pada sel epitel pada kornea mata dan meningkatkan suhu pada bagian dalam mata akibat penggunaan gawai dalam waktu lama. Perubahan suhu tersebut dapat meningkatkan risiko katarak dan menurunkan tingkat akurasi lensa mata.

Sedangkan dampak kecanduan gawai bagi orang dewasa seperti dikutip oleh daily mail menyatakan bahwa sebuah studi teranyar menemukan, pria yang memegang ponselnya lebih dari 4 jam setiap hari lebih rentan mengalami impotensi dibanding mereka yang membatasi memegang gawainya kurang dari 2 jam setiap hari.

4. Penciptaan Lapangan Usaha Baru

Trend lapangan usaha baru yang diyakini memberikan profit yang menggiurkan adalah maraknya bisnis barang/jasa online, bisnis saham (trading), dimana banyak dipublikasikan kesuksesan karir para pekerja berbasis online tersebut. Namun, tren ini menuntut konsumsi listrik sebagai pendukung medianya. Bisa dibayangkan, jika tren ini menjadi sangat diminati masyarakat, kebutuhan akan listrik akan ikut melambung di sektor lapangan usaha ini. Maka akan lebih baik jika diimbangi dengan pemikiran penciptaan lapangan usaha secara konvensional, tidak bergantung pada teknologi listrik semata.

5. Pembuatan Taman Kota

Ide pembuatan taman tematik oleh kepala daerah di Provinsi Jawa Barat merupakan sebuah gagasan yang layak diikuti oleh seluruh daerah di negeri ini, dimana hadirnya taman-taman umum tak berbayar ini selain dapat mendukung gerakan penghijauan kota, dapat pula menjadi ruang dan sarana rekreasi keluarga yang terjangkau bagi seluruh kalangan masyarakat, sehingga anak-anak dan remaja tidak terjebak pada hiburan hanya dari perangkat gawai/televisi yang membutuhkan konsumsi listrik.

6. Pemupukan Cinta Budaya Tradisional

Salah satu dukungan dari sektor budaya dalam upaya hemat energi adalah menghidupkan kembali minat masyarakat, terutama anak-anak untuk menggemari permainan tradisional yang nyaris terlupakan oleh masa kanak-kanak generasi Z, seperti petak umpet, ular naga, galasin, lompat karet, congklak, bola bekel, dan masih banyak lagi. Upaya ini dapat disinergikan dalam rangkaian program belajar di sekolah. Sedangkan di masyarakat sipil dapat dihidupkan melalui perlombaan-perlombaan permainan/olahraga tradisional mulai dari tingkat rukun tangga (RT) sampai dengan tingkat nasional.

7. Gerakan Cinta Bumi

Aktivitas fisik selain berdampak positif bagi penghematan bahan bakar dan listrik juga sebagai aksi penyelamatan bumi dari bahaya pemanasan global. Aksi ini sudah banyak direalisasikan antara lain aksi car free day yang banyak dimanfaatkan masyarakat umum untuk bersepeda dan olah raga, atau kompetisi lari marathon, dan yang baru-baru ini menjadi tren adalah color run yakni lari warna yang terinspirasi oleh beberapa peristiwa mengagumkan, seperti Disney World of Color, Mud Runs, dan Festival di seluruh dunia seperti Holi di India merupakan alternatif kegiatan yang beralih dari mesin berenergi. Di Indonesia Color Run pertama kali diadakan pada 26 Januari 2014 oleh IMG Worldwide Inc dan MESARACE. Selain itu kegiatan rekreasi outbound juga banyak dipilih sebagai sarana olahraga/kegiatan pelatihan organisasi, dan masih banyak lagi kegiatan fisik lainnya yang memberikan kontribusi positif bagi gerakan hemat energi.

 8. Pantau Besarnya Konsumsi Listrik

Memantau pemakaian listrik bisa berdampak pada kesadaran akan mengontrol diri dalam konsumsi listrik sehingga anggaran biaya listrik dapat dipersiapkan mendekati kebutuhan akurat. Jikalau terjadi pelonjakan yang tidak pada biasanya, keluarga tersebut dapat memonitor sebab kelebihan pemakaian listrik dan memperbaiki pola konsumsi listriknya. Jika hal ini dapat dilakukan oleh seluruh warga di negeri ini, besar harapan konsumsi listrik di sektor rumah tangga dapat terkendali dengan baik.

Mengutip kisah penemuan rumus gravitasi Newton, yang berawal tentang kisah apel yang jatuh dari pohon ke tanah, Newton mengambil kesimpulan bahwa ada kekuatan yang menarik apel tersebut jatuh ke bawah, dan kekuatan itu yang kita kenal sekarang dengan nama gravitasi. Dari kisah itu dapat dimaknai bahwa penemuan besar tercipta dari hasil pengamatan hal sederhana. Begitu pula dengan gerakan hemat energi, khususnya yang berkaitan dengan konsumsi listrik di masyarakat, tidak mustahil dapat terwujud jika dilakukan secara bersama-sama mulai dari hal-hal yang sederhana, dan menjauhkan diri dari sikap skeptik, yakni bersikap ragu-ragu/tidak yakin akan perubahan. Perubahan besar dapat terjadi akibat dari perubahan-perubahan kecil yang terus-menerus dan berkesinambungan. Mari bergerak menuju hemat energi yang berjama’ah, mulai sekarang, mulai dari hal kecil dan mulai dari dalam keluarga kita sendiri.

Popular posts from this blog

Mengawal bonus demografi Indonesia

Menurut prediksi komposisi penduduk atau lebih dikenal dengan istilah demografi, sejak tahun 2012 hingga tahun 2031, Indonesia akan menikmati bonus demografi, yaitu kondisi kependudukan yang menguntungkan karena memiliki banyak penduduk usia produktif. Secara matematis, kondisi bonus demografi dinyatakan hadir ketika perbandingan antara penduduk usia produktif (pemuda) dan penduduk usia tidak produktif (anak-anak atau manula) di bawah 50 persen. Jika semua usia produktif itu bekerja dan berpenghasilan, pendapatan bersama seluruh penduduk di sebuah negara akan jauh lebih besar dibandingkan dengan belanja pengeluarannya. Oleh karena itu, banyak negara kemudian menjadi kaya dan sejahtera karena bonus demografi. Contoh negera yang sejahtera karena bonus demografi adalah Korea Selatan dan Jepang. Puncak bonus demografi Indonesia diperkirakan terjadi pada tahun 2028−2031. Jumlah angkatan kerja (15−64 tahun) pada tahun 2020-2030 akan mencapai 70%, sedangkan sisanya, 30%, adalah penduduk ya

Definitions of Love

The definition of love is the subject of considerable debate, enduring speculation and thoughtful introspection. The difficulty of finding a universal definition for love is typically tackled by classifying it into types, such as passionate love, romantic love, and committed love. These types of love can often be generalized into a level of sexual attraction. In common use, love has two primary meanings, the first being an indication of adoration for another person or thing, and the second being a state of relational status. Love is an act of identifying with a person or thing, capable of even including oneself (cf. narcissism; reverence). Dictionaries tend to define love as deep affection or fondness.[1] In colloquial use, according to polled opinion, the most favored definitions of love involve altruism, selflessness, friendship, union, family, and bonding or connecting with another.[6] Thomas Jay Oord has defined love in various scholarly publications as acting intentionally, in sym

Membangkitkan Literasi Lokal

Penulis: Sofie Dewayani , Ketua Yayasan Litara, Anggota Satgas Gerakan Literasi Sekolah Kemendikbud Bungai ingin seperti Kak Putir, bisa menganyam tikar tapi Kak Putir tak mau mengajari. Bungai ingin seperti Kak Putir, punya banyak teman. Bungai ingin ikut bermain Basam bersama, tapi Bungai hanya boleh melihat saja. Diam-diam Bungai mengikuti Kak Putir ke sanggar. Bungai meniru gerakan Kak Putir menari. “Bungai! Anak laki-laki tak boleh menari tarian Bahalai,” kata Kak Putir. Bungai melihat dan menirukan orang menari Mandau. Hore! Ternyata ada tarian yang cocok untuk Bungai. Bungai dan Kak Putir menari bersama. Mereka bisa menari Manasai bersama-sama. GURU-GURU SD dari Kabupaten Pulang Pisau, Kotawaringin, dan beberapa kabupaten lain di Kalimantan Tengah itu takjub akan lontaran ide-ide tentang kekayaan budaya lokal yang dapat mereka tuangkan saat mengadaptasi buku cerita anak Ketika Gilang Ingin seperti Kak Sita, yang berlatar budaya Jawa. Karya guru-guru ini menampilkan tokoh ce